Ketika Nasi "Berbicara"

Ketika Nasi "Berbicara"
Ayo....nasinya dihabiskan kalau ndak nanti nasinya nangis lho..! kalimat itu yang terucap dari seorang ibu ketika melihat anaknya sudah mulai menampakkan gejala berhenti memakan nasi yang ada dihadapanya. Anakpun balik bertanya,” Memangnya bisa bu, nasi menangis?, “Bisa.....nangisnya tidak seperti kita dan tak terlihat oleh mata kita,” begitu jawab si ibu. Saya kira ibu itu hanya berupaya meyakinkan sang anak dengan berbagai caranya, meskipun yang diucapkan belum tentu betul adanya.
Tanpa bermaksud menyalahkan, Yaah... begitulah sebagai orangtua kadangkala suka “mengada-ada” mencari cara yang jitu supaya anak mengikuti kemauannya. Tapi bukankah, Kebenaran dan kejujuran adalah hal mendasar yang harus dibangun dalam berinteraksi dan berkomunikasi?!.
Ketika nasi “berbicara”. Kalimat tersebut memang mengundang tanya. Memangnya nasi bisa bicara?.
Berbicara adalah salah satu cara manusia berkomunikas. Komunikasi sangat penting untuk pertumbuhan kepribadian manusia. Komunikasi amat erat kaitanya dengan perilaku dan kesadaran manusia. Melalui proses interaksi yang tak lepas dari berbicara secara perlahan dan pasti konsep diri kita terbentuk. Konsep diri adalah penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri.
Lalu apa jadinya jika seseorang tidak pernah diajak bicara ?, dan bagaimana bicara sampai dapat merubah perasaan dan prilaku seseorang?. Sesungguhnya bicara terdiri dari kata atau susunan kata yang terangkai menjadi kalimat.
Seorang peniliti menyebutkan pilihan kata dan susunan kata berpengaruh 17% dalam merubah perasaan, kemudian kualitas suara 38% dan terakhir adalah gerakan atau bahasa tubuh 45%. Misalnya: perbedaan susunan kata akan menjadi berbeda maknanya “bisa tapi sulit atau sulit tapi bisa”, tentu kalimat yang kedua yang bermakna positip bukan?!, atau misalnya seseorang mengucap; I love you kepada seseorang, kemudian setelah mengucapkan kalimat tersebut dia meludah tanpa alasan, jika hal ini terjadi tentu akan mengundang marah lawan bicaranya karena ucapanya yang indah tersebut diiringi dengan bahasa tubuh yang kurang tepat.
Kata dan susunan kata yang kita pilih ketika berbicara hanya berpengaruh sedikit, tapi kita tak boleh menganggap remeh. Karena yang sedikit itu saja sangat besar pengaruhnya dalam membentuk kepribadian seseorang.
Kita banyak bicara, dan seringkali lupa menakar berapa banyak kata positip dan negatif yang sudah kita ucapkan. Justru orang-orang terdekat (anak, suami atau istri) seringkali menerima komentar negatif. Anak-anak rata-rata menerima 460 komentar negatif atau kritikan dan 75 komentar positif atau dukungan setiap hari setidaknya ini penelitian di Amerika (Quantum Learning, Bobby Porter). Insyaalloh semoga ini tidak terjadi dalam keluarga di Indonesia yang mayoritas muslim.
Ketika nasi “berbicara”. Memangnya nasi bisa bicara?! Kalo bisa bicara berarti bisa menangis juga donk! , berarti betul donk apa yang disampaikan ibu kepada anaknya tadi?.
Ayah, bunda dan pembaca yang dirahmati Alloh SWT, saya akan bercerita tentang percobaan yang pernah saya lakukan. Obyek dari percobaan saya adalah nasi.
Pertama saya letakkan nasi pada tiga toples kecil lengkap dengan tutupnya, toples A,B,dan C. Nasi yang tertutup rapat dalam toples tersebut setiap hari dan setiap saat saya bisiki dengan kata-kata yang berbeda.
Hari demi hari nasi-nasi menampakkan perubahan bentuk yang berbeda. Sampai sekitar satu minggu perubahan yang terjadi sangat mencolok. Perubahan nasi yang nampak pada toples A adalah berjamur putih nampak halus dan lembut sedikit kuning, sedikit berjamur hijau dan berair. Nasi di toples B berjamur kuning nampak kasar, berjamur hijau tebal, menggumpal sedikit air. Nasi di toples C berjamur paling banyak , menggumpal dan berwarna hitam. Kesimpulan terakhir, perubahan bentuk dan tampilan nasi yang paling tidak indah dan memburuk adalah yang terdapat di toples C.
Kenapa nasi-nasi yang ada dalam toples tersebut menunjukkan perubahan yang bebeda, “berbicara” dengan bahasanya masing-masing?. Sebenarnya yang telah saya lakukan adalah membisiki toples A dengan surat Al Fatihah, toples B dengan ucapan sehat, baik, bahagia, kaya, dan toples C saya bisiki kata-kata nakal, jelek, jahat.
Hasil percobaan yang saya lakukan memang tidak diteliti dari sisi reaksi kimiawi, namun dari tampilan kasat mata terlihat bahwa nasi yang mendapat perlakuan ucapan buruk menjadi buruk dan nasi yang mendapat ucapan baik dan di bacakan ayat Alloh memberi respon paling baik.
Sebenarnya saya melakukan percobaan tersebut karena terinspirasi dari sebuah penelitian air. Molekul air akan terlihat seperti kristal jika dibacakan kata-kata baik, dan hal ini tidak terjadi pada air yang diberi ucapan buruk. Air dan nasi mereka bisa merespon dan bereaksi, bagaimana dengan kita manusia?. Dalam nasi terdapat kandungan air didalamnya, tubuh manusia 70%-80% terdiri dari air. Itu artinya manusiapun akan bereaksi yang serupa.
Subhanaalloh... sungguh percobaan ini menjadi pelajaran berharga buat saya akan pentingnya berucap dengan kata baik dan kata yang bisa memberi energi positif. Tak cukup dengan yang baik dan berenergi positif, tapi juga harus dengan sentuhan Illahiyah atau segala sesuatu digantungkan kepada Alloh Yang Maha Kuasa . Semua itu belaku kepada siapapun dan apapun. Dan yang lebih utama membiasakan diri membaca ayat suci Al Qur’an akan memberi pancaran dan energi positif luar biasa selain pahala.
Sampai pada keyakinan ketika kita berdo’a, berucap positip maka alam semesta pun berd’oa, begitupun sebaliknya. Alam semesta, lingkungan yang ada disekitar kita, berbicara, bertasbih, berdzikir. Dan andapun dapat mengambil hikmah dan pelajaran lain dari alam ini. Wallohua’lam..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Habaib dan Ulama Tegal

Wali Songgo dan pendahulunya

wahabi