KISAH MBAH SHOLEH DARAT DAN SEEKOR MACAN
KISAH MBAH
SHOLEH DARAT DAN SEEKOR MACAN
Kisah ini
saya dapatkan dari KH Mukri Rohman, imam Masjid Kyai Sholeh Darat kampung
Melayu Darat, Semarang Utara yang mengasuh pengajian kitab Majmu' Syariat
al-Kafiyat lil Awam, salah satu karya KH Sholeh Darat yang cukup populer.
Kiai Mukri
mendengar cerita ini dari gurunya, KH Bisri Mustofa, sewaktu beliau mondok di
Pondok Pesantren Leteh, Rembang, Jawa Tengah, pada tahun 1970-an. Menurut
cerita ayah KH A Mustofa Bisri (Gus Mus) itu, pada suatu hari KH Sholeh Darat
yang sudah kembali dari Mekah dan tinggal di nDarat Semarang kedatangan tamu
seorang tokoh yang terkenal sakti asal Jawa Timur. Si tokoh sudah biasa
dipanggil kiai.
Tamu
tersebut datang di malam hari. Karena Kiai Sholeh sedang mengajar ngaji,
seorang santri mempersilakan sang tamu menunggu di serambi langgar seraya
disuguhi minuman. Langgar yang dibangun oleh mertua Mbah Sholeh, Kiai Murtadho,
itu berbentuk panggung dan terbuat dari kayu jati.
Usai
mengaji, Mbah Sholeh menemui tamunya tersebut.
"Jenengan
tindhak mriki nithih napa (Anda datang ke sini naik apa?)," tanya tuan
rumah kepada si tamu.
"Numpak
macan (naik harimau)," jawab si tamu dengan nuansa pamer. Maklum saat itu
tunggangan yang biasa dipakai orang umum adalah kuda.
"Lho,
dicancang teng pundi macane
(diikat di mana harimau itu?)"
"Saya
ikat di luar pagar sana itu. Khawatir menakuti santri-santri jenengan."
Mbah Sholeh
hanya tersenyum. Lantas menyuruh santrinya menuntun macan besar tunggangan
tamunya itu. Santri nDarat ternyata sama sekali tidak takut pada macan.
"Masukkan
kandang, Kang. Biar tidak kedinginan atau kehujanan," perintah Mbah Sholeh
kepada santrinya.
Mengatahui
bahwa yang dimaksud adalah kandang kambing, si tamu jadi khawatir.
"Jangan
dimasukkan kandang, Mbah. Nanti kambing jenengan dimakan sama macan saya,"
ujarnya yang hanya ditimpali senyum sang tuan rumah.
"Tak
apa-apa. Kambing saya akan aman kok," jawab Mbah Sholeh seraya menggamit
tangan si tamu untuk menenangkannya. Lalu dipersilakan menuju kamar untuk
dipersilakan istirahat.
Sebelum
tidur malam itu, si tamu membayangkan macannya pasti telah menerkam
kambing-kambing milik Mbah Sholeh dan esoknya akan ada banyak bangkai. Namun
karena kelelahan, matanya segera terpejam.
Pagi hari
usai diajak berbincang dan dijamu makanan oleh tuan rumah, dia bergegas
menengok ke kandang. Betapa terperanjatnya dia, bukan bangkai kambing yang
ditemukan, malah macannya yang mati. Tergeletak kaku di samping barisan kambing
yang riuh mengembik.
"Mbeeek...
Mbeeekkk...” suara kambing gaduh seperti meminta bangkai macan segera
disingkirkan. Seekor kambing powel yang jenggotnya panjang, mulutnya tampak
merah. Diduga kuat, si kambing itulah yang membunuh si macan.
Akhirnya si
tamu meminta maaf dan menyesali kesombongannya. Dia menyadari betapa rendah
ilmunya dibanding sang kiai yang pernah jadi qadhi di Mekah dan menjadi
mahaguru dari gurunya para ulama Nusantara ini.* (Ichwan/NU Online)
* Cerita ini
saya dengar langsung dari KH Mukri Rahman dalam beberapa kali kesempatan. Baik
saat berkumpul bersama para jamaah Masjid Kyai Sholeh Darat maupun dengan saya
sendiri kala saya bersilaturahim ke ndalem beliau.
Komentar
Posting Komentar