kisah
Saat Rasulullah dicaci maki dan dilempari batu, Rasul tidak membalas.
Bahkan saat Jibril mengatakan, “Ya Rasulullah jika Engkau meminta niscaya akan
Allah jungkirbalikkan bumi ini agar mereka tahu bahwa mereka salah dan tak
pantas memperlakukanmu seperti itu.”Rasul menjawab, “Tidak, Jibril. Biarkan
saja mereka melakukan itu karena mereka tidak tahu bahwa mereka keliru.”
Saat Rasulullah diludahi, beliau tidak membalas dengan meludahi. Malah
beliau tengok dan santuni saat si peludah sedang sakit. Orang itu terharu dan
hatinya tergetar oleh akhlaq Rasulullah, dan ia pun mengucapkan syahadat di
hadapan beliau.
Rasulullah SAW dan Nenek Yahudi
|
dia sudah tua renta beragama Yahudi.
Nenek itu buta dan tak punya gigi lagi. Nabi SAW selalu memberikan makan dan
menyuapinya dan si nenek ini tak mengetahui bahwa yang setiap hari memberinya
makan dan menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW, orang yang paling dibencinya.
Si nenek ini senantiasa mengajak orang-orang
agar mereka menjauhi manusia yang bernama Nabi Muhammad saw. Nenek ini
menganggap, Nabi Muhammad saw adalah orang yang paling jahat di dunia. Selain
itu, nenek ini juga menganggap beliau telah menyebabkan terjadinya peperangan
antar suku dan mengganti keyakinan (agama) nenek moyangnya dengan Islam. Karena
itu, ia ingin orang-orang menjauhi Nabi Muhammad.
Walaupun dibenci dan dicaci-maki
oleh si nenek, Rasul SAW tak pernah marah. Dengan telaten, setiap hari Rasul
selalu SAW menghaluskan makanan sebelum diberikan kepada si nenek. Dengan
begitu, nenek itu bisa langsung memakan makanan yang sudah lunak tanpa perlu
dikunyah. Selesai makan, si nenek selalu berpesan kepadanya agar berhati-hati
bila bertemu dengan Nabi Muhammad saw. Hal ini dilakukan hingga wafatnya Sayyidinal
wujud Rosulullah saw
|
Ketika Sayyidina Abu Bakar menyuapi
si nenek baru satu suapan makanan itu diberikan, si nenek lantas mengeluarkan
makanan itu dan marah-marah kepada si penyuapnya, yakni sayyidina Abu Bakar. Si
nenek berkata, “Siapa kamu? Makanan ini sangat kasar. Engkau pasti orang lain
dan bukan orang yang biasa memberiku makan?”
Abu Bakar Radi-Allahu anhu
meyakinkan bahawa beliau adalah orang yang setiap hari memberikan ia makanan.
Akan tetapi pengemis Yahudi buta itu tidak percaya kerana orang yang selalu
memberinya makanan jauh lebih lembut dan lebih sabar dalam menyuapinya.
“Bukan..kamu bukan orang yang setiap
hari memberiku makan..! Apabila dia kesini, aku tidak pernah kesusahan memegang
makananku, aku juga tidak susah untuk memakannya bahkan dia telah meluembutkan
makananku sebelum masuk ke mulutku..”
Kemudian Sayyidina Abu Bakar
Radi-Allahu anhu dengan linangan air mata kerana terharu mendengar akhlak dari
Rasulullah Sallallahu’alaihi wasallam.
|
Kemudian Abu Bakar Radi-Allahu anhu
menyebutkan jatidirinya “Aku memang bukan orang yang setiap hari memberimu
makan. Akan tetapi, Beliau tidak akan datang lagi ke sini untuk memberimu
makan..”
Mendengar hal itu, pengemis itu
menangis dan berkata. “Apa salahku sehingga dia sudah tidak mahu menemuiku
lagi? Sampaikan permintaan maafku sehingga dia mahu mendatangiku lagi..”
“Beliau sudah meninggalkan dunia ini
dan akulah yang akan menggantikan Beliau. Aku adalah Abu Bakar Radi-Allahu anhu
sahabat Muhammad Sallallahu’alaihi wasallam. Nabi Muhammad Sallallahu’alaihi
wasallam adalah orang yang setiap hari menyuapimu..”
Seketika itu juga linangan air mata
pengemis Yahudi buta makin deras membasahi pipinya lantas dia menyesal kerana
orang yang selama ini diumpat dan dilecehkan harga dirinya adalah orang yang
setiap hari dengan sabar menyuapinya. Saat itu juga, pengemis itu mengucapkan
dua kalimat Syahadah dan masuk Islam di hadapan Abu Bakar Radi-Allahu anhu.
|
Ketika orang Yahudi menghina
Saat sekelompok orang Yahudi
menghina dan mengumpat Rasulullah, Siti Aisyah membalas hinaan dan caci maki
itu dengan cara yang sama. lalu Rasulullah menegur Siti Aisyah, “wahai Aisyah,
apa yang kau lakukan. Janganlah kau balas cacian dengan cara yang sama.
Sesungguhnya manusia akan kembali dalam bentuk cacian dan umpatannya”. Kembali,
Rasulullah menunjukkan kemuliaan akhlaknya.
RASULULLAH TAK PERNAH
MENGAJARKAN KITA UNTUK MENGHALALKAN SEGALA EKSPRESI… TAK PERNAH RASUL
MENGAJARKAN KITA MENGHINA, MENGUMPAT, MENCACI, MEMAKI…
Rasulullah mengajarkan kita untuk
mengubah dunia dengan akhlak. Hal yang sesungguhnya mudah diucapkan, gampang
dituliskan, tak susah untuk dibacakan, tapi benar-benar sulit untuk dilakukan.
Sangat sulit menahan diri untuk tidak membalas cacian mereka yang mencaci namun,
siapa yang mengikuti jejak dan sunnah Rasul sesungguhnya akan menjadi orang
yang sangat beruntung.
Allahumma shalli `ala sayyidina
Muhammad
wa `ala aali sayyidina Muhammad
Wallahu
a`lam
Ketika Sayyidina Abu Bakar dicaci
Sayyidina Abu Bakar pernah dicaci, dan dikutuk
walaupun Rasulullah S.A.W duduk disebelahnya
Pada suatu hari Rasulullah SAW bertamu ke rumah sahabat Abu Bakar Ash-Shidiq, Ketika sedang ngobrol dengan Rasulullah, tiba-tiba datang seorang Arab Badui (orang gurun) menemui Sayyidina Abu Bakar Asshiddiq. dan langsung mencela Sayyidina Abu Bakar Asshiddiq. Makian kata-kata kotor keluar dari mulut orang orab gurun itu. Namun, Sayyidina Abu Bakar Asshiddiq sama sekali tidak menghiraukannya, terus beliau melanjutkan perbincangan dengan Rosul.
Rasulullah Melihat hal ini, Rasulullah tersenyum. Kemudian, orang Arab Badui tersbut kembali memaki Sayyidina Abu Bakar Asshiddiq, kali ini, makian dan hinaannya lebih kasar. Namun dengan keimanan yang kokoh serta kesabarannya, Sayyidina Abu Bakar Asshiddiq masih tetap membiarkan orang tersebut dan tidak sedikit pun membalas caciannya. Rasulullah pun kembali tersenyum.
|
Melihat hal ini, selaku tuan rumah, Sayyidina Abu Bakar Asshiddiq tersadar dan menjadi bingung. Dikejarnya Rasulullah yang sudah sampai halaman rumah. Kemudian Sayyidina Abu Bakar Asshiddiq berkata, "Wahai Rasulullah, janganlah biarkan aku dalam kebingungan yang sangat. Jika aku berbuat kesalahan, jelaskan kesalahanku!
"Rasulullah menjawab" Sewaktu ada seorang Arab Badui datang dengan membawa kemarahan serta fitnahan lalu mencelamu, kulihat tenang, diam dan engkau tidak membalas, aku bangga melihat engkau orang yang kuat mengahadapi suatu tantangan, menghadapi fitnah, kuat menghadapi cacian, dan aku tersenyum karena para malaikat disekeliling mu mendoakan dan memohonkan ampun kepadamu, kepada Allah SWT.
|
Namun, ketika ketiga kalinya dia mencelamu dan engkau menanggapi dan engkau membalasnya, maka seluruh malaikat pergi meninggalkanmu. dan ketika itu hadirlah iblis di sisimu. Oleh karena itu, aku tidak ingin berdekatan dengan kamu. Dan aku tidak ingin berdekatan dengan iblis dan aku tidak memberikan salam kepadanya.
"Setelah itu menangislah Sayyidina Abu Bakar Asshiddiq ketika diberitahu tentang rahasia kesabaran bahwa itu adalah kemuliaan yang terselubung. yang mana kita tidak menyadarinya.
oleh karena itu bersabarlah atas setiap musibah, celaan dan lain sebagainya.
Allah berfirman: "Maka bersabarlah engkau dengan kesabaran yang baik." (QS. Al-Ma’arij : 5)
Semoga allah menjadikan kita kepribadian yang selalu tabah dan sabar atas setiap hal yang terjadi dalam kehidupan.......amiiiin
Ketika Sayyidina Ali Krw Marah
Dalam sebuah
peperangan, sayyidina Ali k.w. diludahi orang kafir yang pedangnya terlepas
akibat hantaman pedang sayyidina Ali. Muka sayyidina Ali penuh dengan ludah.
Karena emosi, beliau segera mengayunkan pedangnya. Belum sampai sayyidina Ali
menebas orang kafir itu, beliau menahan laju Zulfikar, pedang kesayangannya.
“Kenapa kau tak jadi menebasku, wahai Ali?”. sayyidina Ali menjawab, “Aku
berperang karena Allah, bukan karena kemarahanku. Aku tak bisa menebasmu hanya
gara-gara kemarahanku kepadamu yang meludahiku..”
Subhanallah,
Sayyidina Ali menahan amarahnya atas hinaan orang itu pada dirinya.
Ketika Sayyidina Hasan ibn Ali Krw Dicaci Maki
Sayyidina Hasan pernah dicaci maki oleh orang yang
tidak suka padanya. Ia dicaci maki habis - habisan di depan putranya. Tapi
beliau hanya diam saja tidak membalas.
Sang putra bertanya: "Kenapa ayah tidak membalas
caciannya ? Bukankah ayah tidak seperti itu ?"
Sayyidina Hasan menjawab: "Ayahku, Ali bin Abi
Thalib.. Ibuku, Fatimah Az-Zahra, dan Kakekku, Muhammad SAW, mereka semua tidak
pernah mengajariku bagaimana caranya mencaci - maki. Jadi aku bingung dan tidak
tahu bagaimana caranya membalas".
Subhanallah..
|
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّد
Ketika Al habib Abdul Qadir ibn Ahmad Assegaf Dicaci Maki
Inilah Akhlak Salafush Shalih...
Al habib Abu Bakar Adni bercerita, "Ketika Al
habib Abdul Qadir ibn Ahmad Assegaf mengajar di Ashar bulan Ramadhan pada tahun
1407 H/ 1408 H, kita duduk dan Al habib Abdul Qadir mengajar. Selesai mengajar,
tiba-tiba saja muncul seseorang dari golongan mereka lalu berdiri dan
mencaci-maki Al habib Abdul Qadir didepan kita semua. Waktu orang ini berdiri,
dia mencaci-maki Al habib Abdul-Qadir, mencaci-maki dari pada orang tua kita,
mencaci-maki dari pada kitab yang kita baca pada saat itu dan orang ini juga
mencaci-maki qasidah yang kita baca. Kemudian orang tersebut mengatakan,
"Orang ini (maksudnya Al habib Abdul Qadir) tidak mau shalat berjamaah di
masjid kami, orang ini jelas-jelas munafik."
10
|
"Barakallahu fiik wa jazakallah kheir, wa
rattabal-fâtihah wa khatama/ Terimakasih banyak mudah-mudahan Allahu ta'âlâ
membalas kamu dengan balasan yang sebagus-bagusnya, kemudian Al habib Abdul
Qadir ratibul-fatihah dan membubarkan majelisnya.
Saya (Al habib Abu Bakar al Adni) lihat bahwa Al habib
Abdul Qadir tidak marah sama sekali, tidak membalasnya sama sekali dan tidak
berbuat apa-apa sama sekali. Bahkan saya lihat wajahnya pun tidak berubah,
justeru yang saya lihat beliau hanya menundukkan pandangannya ke bawah.
Masya
Allah Tabarakallah!!
Putus asa
Ibnu Hajar al-Asqalani
Seorang anak
termenung dijendela asrama. Matanya menatap jutaan bintang dilangit. Angin
malam tak lagi mampu membuat pikiranya tenang. Hatinya sedang bergejolak
dihadapkan dengan masalah besar. Batinya pun berucap “Aku tetap Harus segera
mengambil Keputusan.”sudah bertahun-tahun ia tidak naik kelas, semangatnya
mulai redup ditiup keputusasaan. Ia merasa dirinya adalah anak paling bodoh
didunia. ia adalah anak yang sudah tidak lagi memiliki harapan. Melanjutkan
Belajar adalah sebuah kesia-siaan.
Keutamaan Orang Yang Menjaga
Sunnah Rasulullah SAW
Ada 2 orang
yang saling mencintai karena Allah, mereka bersepakat untuk saling membantu di
dunia dalam mencapai ridha Allah, dan untuk menyebarkan ajaran Rasulullah
shallallahu 'alihi wasallam, dan menampakkan akhlak rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam selama mereka dalam kehidupan dunia.
13
|
Yang mana hal
itu adalah sunnah-sunnah yang sangat sederhana dan kita semua mengetahuinya,
diantaranya sunnah ketika makan, ketika tidur, ketika keluar dan masuk rumah.
Kita menganggapnya sesuatu yang kecil padahal hal itu sangat agung di sisi
Allah.
Dan setelah
beberapa tahun kedua orang ini mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, maka salah seorang diantara mereka meninggal. Maka orang ini
selalu mendoakan temannya yang meninggal, dan memintakan ampunan kepada Allah
untuknya.
Dan suatu saat
ia berjumpa dengan temannya di dalam mimpi, dan ia menanyakan keadaannya
setelah meninggal, dan apa yang terjadi setelah ia wafat. --- Kita mengetahui
bahwa mimpi-mimpi baik itu adalah benar dan datangnya dari Allah,dan sebagian
mimpi yang lainnya adalah dari syaitan.
Lihatlah pada indahnya tuntunan sayyidina Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.
Lihatlah pada indahnya tuntunan sayyidina Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.
Maka
berkatalah saudaranya yang meninggal itu: " Ketika aku wafat dan berpindah
dari kehidupan dunia ini, sungguh aku tidak merasakan kematian sama sekali,
orang-orang memandikanku, mengkafaniku, dan membawaku ke dalam kubur, tetapi
aku mengira diriku dalam mimpi, sehingga datang 2 malaikat ke dalam kuburku,
dan berkata kepadaku : "duduklah wahai Abdullah".
|
الحمدلله الذي
أحيانا
بعدما
أماتنا
وإليه
النشور
" Segala
puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami kembali, dan kepada-Nya lah kami
akan kembali".
(doa bangun tidur)
Adapun balasan
dari sunnah yang pertama aku tidak merasakan sakitnya kematian bahkan aku
mengira bahwa aku sedang dalam mimpi, sehingga malaikat berkata kepadaku:
"duduklah wahai Abdullah" mereka ingin menanyakan aku di dalam kubur.
Dan ketika aku
bangun dari kuburku aku mengira bahwa aku bangun dari tidur, dan aku mulai
mencari siwak dan aku mengulang-ulang doa bangun tidur, dan ketika itu aku
memanggil anakku dan aku berkata: "wahai fulan, dimana siwakku, siapa yang
yang telah mengambil siwak?", maka malaikat yang berada di hadapanku
berkata: "Wahai Abdullah, siwak apa yang engkau cari dan siapa yang orang
yang engkau panggil itu?, apakah engkau mengira bahwa engkau sedang tidur di
tempat tidurmu?, engkau sekarang adalah mayyit di dalam kuburmu, dan kami
adalah malaikat yang akan bertanya kepadamu".
|
Maka ia
berkata kepada temannya di dalam mimpi, sungguh Allah subhanahu wata'ala telah
menyelamatkanku dari pedihnya kematian, dan dari pertanyaan 2 malaikat di alam
kubur dikarenakan aku mengamlakan dua sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam yang sangat mudah dan sederhana itu.
Maka bagaimana
jika kita mengamalkan 5 dari sunnah nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam,
dan bagaimana jika kita menjaga 10 sunnah dari sunnah-sunnah nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wasallam.
Setiap sunnah
Rasulullah yang engkau amalkan akan membawa manfaat untukmu, dan orang ini
telah melewati 1 tahap yaitu selamat di alam kuburnya, ia akan selamat dari
kubur kemudian mencapai ke surga, dan dari surga ia akan mencapai kepada puncak
kenikmatan di surga yaitu memandang keindahan dzat Allah subhanahu wata'ala.
Demikianlah
Allah subhanahu wata'ala memberi balasan kepada orang-orang yang beriman di
dunia, karena mereka beriman kepada Allah subhanahu wata'ala walaupun mereka
tidak melihat-Nya, dan mereka menyembah-Nya padahal mereka tidak melihat-Nya,
dan mereka melakukan shalat karena Allah subhanahu wata'ala sedangkan mereka
tidak melihat-Nya.
|
Wallahu'alam
Dikisahkan ketika zaman Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wa sallam dahulu hiduplah seorang pemuda miskin dan yatim yang tinggal bersama
ibunya dinegeri Yaman, pemuda itu bernama Uwais Al-Qorni. Sehari-harinya dia
hidup sebagai penggembala kambing.Kehidupannya yang miskin membuat ia tak
dikenal oleh penduduk Yaman,ia sering menerima celaan dan cercaan dari
orang-orang sekitar bahkan ia juga dituduh sebagai pencuri. Pernah suatu ketika
seorang fuqoha’ dari negeri Kufah datang dan duduk bersamanya kemudian
menghadiahkan 2 helai pakaian untuknya. Namun, Uwais menolaknya dengan halus
seraya berkata “Aku khawatir, nanti orang-orang akan menuduhku mencuri lagi,
karena bagaimana bisa aku memperoleh pakaian ini.”
Meskipun miskin, Uwais tak pernah mengeluh atas kekurangannya
bahkan jika ada upah hasil menggembala yang berlebih ia berikan kepada
tetangganya yang miskin. Subhanallah. Meski hidup serba kekurangan, ia masih
bisa memberi kepada saudaranya yang tidak mampu. Uwais Al-Qorni mulai memeluk
Islam sejak seruan Islam pertama kali tiba di Yaman karena rindunya ia akan
datangnya kebenaran. Tetangga-tetangga Uwais yang juga memeluk Islam banyak
yang mengunjungi Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah untuk
menerima ajaran beliau secara langsung, kemudian kembali ke Yaman dan merubah
cara hidup mereka sesuai dengan ajaran Islam.
Melihat tetangganya yang telah pulang ke Yaman setelah
bertemu kekasih Allah, membuat Uwais sedih. Kecintaanya yang sangat dalam
kepada baginda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam menumbuhkan rasa rindu
yang begitu berat untuk bertemu dengan beliau. Namun, Uwais hanya bisa memendam
keinginannya itu karena ia harus merawat ibunya yang telah uzur serta lumpuh.
Seringkali ia merenung dan bertanya di dalam hatinya, “Kapankah ia akan bisa
melihat wajah baginda rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam dari dekat?”
Akhirnya pada suatu hari, atas izin Allah, Uwais
berkesempatan untuk menemui Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam secara
langsung. Ibunya mengizinkannya untuk berangkat ke Madinah dan memintanya untuk
segera kembali ke Yaman setelah berjumpa dengan baginda Rasulullah shollallahu
‘alaihi wa sallam. Sebelum berangkat ke Madinah, tak lupa ia menyiapkan semua
keperluan yang dibutuhkan ibunya dan meminta tetangganya untuk menemani ibunya
selama ia berpergian. Meski banyaknya rintangan yang ia hadapi, selama menempuh
perjalanan panjang sejauh 400 km dari Yaman menuju Madinah semangatnya untuk
bertemu Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam tak pernah surut.
Namun, setibanya Uwais di Madinah, ketika ia
mendatangi rumah baginda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam, ternyata
beliau sedang di tengah medan peperangan. Karena kerinduannya yang sangat
mendalam itu, ia rela menunggu kepulangan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam
di depan rumah beliau. Disaat ia menunggu, teringat olehnya ucapan ibunya yang
memintanya untuk segera pulang setelah bertemu Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wa sallam, Uwais pun menjadi ragu. Tetapi akhirnya karena ketaatannya kepada
ibunya Uwais kembali ke Yaman dengan perasaan haru.
Sepulangnya dari medan perang, Rasulullah shollallahu
‘alaihi wa sallam menanyakan kedatangan orang yang mencarinya kepada Aisyah
radiallahu’anha, beliau menjelaskan bahwa Uwais Al-Qorni adalah anak yang taat
pada ibunya dan dia adalah penghuni langit. Sebagai mana Sabda beliau “Kalau
kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai
tanda putih di tengah-tengah tapak tangannya.” Kemudian baginda memandang
kearah Ali dan Umar dan bersabda, “Suatu ketika, apabila kalian bertemu
dengannya, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langi dan bukan
penghuni bumi.” Aisyah radiallahu’anha dan para sahabat tertegun
mendengar penjelasan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam.
Hingga ketika Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam
wafat, Khalifah Umar bin Khattab teringat akan sabda beliau dan mengajak Ali
untuk bersama-sama mencari orang yang bernama Uwais Al-Qorni. Setiap pedagang
yang datang dari Yaman mereka hampiri untuk menanyakan keberadaan Uwais. Namun,
hasilnya tetap saja nihil. Seorang Uwais yang miskin tak seorang pun mengenali
dirinya di bumi ini.
Suatu ketika setelah berbulan-bulan lamanya pencarian,
Khalifah Umar Al Khattab dan Ali membuahkan hasil, serombongan pedagang dari
Yaman memberitakan bahwa Uwais sedang menggembala unta diperbatasan kota.
Khalifah Umar bin Khattab dan Ali bergegas pergi ke perbatasan kota untuk menemui Uwais, setibanya diperbatasan kota mereka segera menghampiri penggembala tersebut dan mengucapkan salam. Namun ternyata Uwais sedang melakasanakan shalat,setelah ia menyelesaikan shalatnya dan menjawab salam mereka sambil bersalaman dengan keduanya. Sewaktu bersalaman segera Khalifah Umar Al Khattab melihat telapak tangan Uwais untuk membuktikan apa yang pernah rasul katakan kepada beliau. Ternyata benar tangan penggembala itu mengeluarkan cahaya putih dialah Uwais sang penghuni langit.
Melalui cerita dari Uwais tahulah mereka bahwa ternyata ibu Uwais telah meninggal dunia. Kemudian Khalifah Umar bin Khattab dan Ali meminta Uwais untuk mendoakan mereka, tetapi Uwais enggan dan berkata, “Sayalah sepatutnya meminta doa daripada kalian”. Mendengar jawaban Uwais khalifah Umar bin Khattab berkata, “Tujuan kami datang kesini adalah untuk meminta doa dan istighfar darimu.” Karena desakan kedua sahabat Nabi ini, akhirnya Uwais berkenan untuk mendoakan mereka dan sebagai ucapan terima kasih, Khalifah Umar berjanji akan menyumbangkan uang Negara dari baitulmal untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Ternyata Uwais menolaknya dengan halus dan berkata “Hamba mohon cukup hari ini saja hamba dikenali orang, hari-hari selanjutnya biarkanlah hamba yang fakir ini tidak dikenali orang lagi.”
Sehingga semenjak saat itu Uwais Al Qorni tidak dikenali orang-orang lagi. Namun, terdapat banyak riwayat yang menceritakan tentangnya. Hingga saat ajal datang menjemputnya terjadi peristiwa yang mengejutkan penduduk sekitarnya begitu ramai orang tak dikenal yang mengurusi jenazahnya.
Khalifah Umar bin Khattab dan Ali bergegas pergi ke perbatasan kota untuk menemui Uwais, setibanya diperbatasan kota mereka segera menghampiri penggembala tersebut dan mengucapkan salam. Namun ternyata Uwais sedang melakasanakan shalat,setelah ia menyelesaikan shalatnya dan menjawab salam mereka sambil bersalaman dengan keduanya. Sewaktu bersalaman segera Khalifah Umar Al Khattab melihat telapak tangan Uwais untuk membuktikan apa yang pernah rasul katakan kepada beliau. Ternyata benar tangan penggembala itu mengeluarkan cahaya putih dialah Uwais sang penghuni langit.
Melalui cerita dari Uwais tahulah mereka bahwa ternyata ibu Uwais telah meninggal dunia. Kemudian Khalifah Umar bin Khattab dan Ali meminta Uwais untuk mendoakan mereka, tetapi Uwais enggan dan berkata, “Sayalah sepatutnya meminta doa daripada kalian”. Mendengar jawaban Uwais khalifah Umar bin Khattab berkata, “Tujuan kami datang kesini adalah untuk meminta doa dan istighfar darimu.” Karena desakan kedua sahabat Nabi ini, akhirnya Uwais berkenan untuk mendoakan mereka dan sebagai ucapan terima kasih, Khalifah Umar berjanji akan menyumbangkan uang Negara dari baitulmal untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Ternyata Uwais menolaknya dengan halus dan berkata “Hamba mohon cukup hari ini saja hamba dikenali orang, hari-hari selanjutnya biarkanlah hamba yang fakir ini tidak dikenali orang lagi.”
Sehingga semenjak saat itu Uwais Al Qorni tidak dikenali orang-orang lagi. Namun, terdapat banyak riwayat yang menceritakan tentangnya. Hingga saat ajal datang menjemputnya terjadi peristiwa yang mengejutkan penduduk sekitarnya begitu ramai orang tak dikenal yang mengurusi jenazahnya.
Maka benarlah sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa
sallam tentang Uwais Al Qorni yang merupakan seorang penghuni langit. Meski ia
tak dikenali oleh penduduk bumi, tetapi ia begitu terkenal di kalangan penghuni
langit.
Mahasuci Allah. Itulah balasan bagi orang yang benar-benar bertaqwa dan sempurna imannya. Meskipun ia tidak mengenali siapa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam, dan meskipun ajaran Islam tak langsung diterimanya dari beliau, ia begitu mantap meyakini Islam.
Mahasuci Allah. Itulah balasan bagi orang yang benar-benar bertaqwa dan sempurna imannya. Meskipun ia tidak mengenali siapa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam, dan meskipun ajaran Islam tak langsung diterimanya dari beliau, ia begitu mantap meyakini Islam.
Ada seorang budak yang dibebaskan Rasulullah S.A.W. Namanya
adalah Thouban. Thouban begitu senang ketika Rasulullah S.A.W. membebaskannya.
Dia sangat mencintai Rasulullah. Dia merasa begitu senang setiap kali melihat
Rasulullah S.A.W dan selalu berusaha untuk melihat Rasulullah S.A.W. beberapa
kali dalam sehari. Ketika melihat wajah Rasulullah S.A.W., maka keimanannya
bertambah, dan seketika dia melupakan segala kesulitan dalam hidupnya.
Pada suatu hari dia belum melihat Rasulullah S.A.W. Jadi
ketika dia menemuinya, Rasulullah S.A.W. melihat wajah Thouban R.A. begitu
murung. Rasulullah S.A.W. bertanya kepadanya: “Ya Thouban, ada apa? Kenapa hari
ini kau terlihat begitu murung?”
Dia berkata: “Ya Rasulullah S.A.W., apakah kau tahu bahwa
aku begitu mencintaimu? Aku perlu melihatmu setiap hari. Ketika aku melihatmu,
aku merasa begitu senang. Aku harus melihatmu, kau tidak tahu perasaan hatiku.
Ya Rasulullah, aku begitu bahagia karena dapat melihatmu
sekarang, tapi ketika aku tidak melihatmu, aku memikirkan kematian dan akhirat.
Dan aku berpikir ketika kau diambil oleh Allah S.W.T. dan masuk ke dalam surga,
maka kau akan berada di surga yang paling tinggi, bersama para anbiyya,
orang-orang yang syahid, dan orang-orang saleh, sedangkan aku tidak dapat
melihatmu lagi, karena jika aku masuk surga, maka aku akan berada di surga
tingkat rendah, bahkan kemungkinan aku tidak akan masuk surga. Dan jika itu
yang terjadi, aku tidak akan bisa melihatmu lagi!”
Wallahi, tepat pada saat dia selesai berkata demikian,
Jibril A.S. turun dan mewahyukan ayat:
Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (Q.S. An-Nisaa:69)
Ketika Thouban mendengar ini, Subhanallah, dia mulai
tersenyum lagi! Dan dia seringkali memberitahu orang-orang: “Apakah kau tahu
bahwa ayat ini diwahyukan karena diriku? Apakah kau tahu bahwa cintaku kepada
Rasulullah S.A.W. begitu meluap-luap, ketika aku berpikir tak akan pernah
melihatnya lagi, tiba-tiba Jibril A.S. turun dengan sebuah ayat untuk
memberitahuku bahwa aku tidak perlu khawatir, jika ingin bersama dengan
Rasulullah S.A.W. di akhirat, yang harus kita lakukan hanyalah menuruti
sabdanya dan menjauhi segala yang dilarangnya.”
Ini
adalah pelajaran bagi kita semua bahwa jika ingin menjadi sahabat Rasulullah
S.A.W. di surga, kita harus menjadi Muslim yang lebih baik dengan menuruti
sabdanya dan menjauhi larangannya. Semoga Allah menjadikan kita sebagai sahabat
Rasulullah S.A.W. di surga nanti. Aamiin!
Cinta kepada Rasulullah S.A.W.
merupakan aspek yang sangat penting.
sahabat-sahabat Rasulullah S.A.W. Ada yang unik dalam diri para sahabat Rasulullah S.A.W. Keunikan itu adalah mereka telah mempersembahkan hati mereka untuknya. Umar bin Khatab R.A. berkata “Wahai Rasulullah S.A.W., aku mencintaimu lebih dari apapun selain diriku, apakah kecintaanku sudah benar?” Rasulullah S.A.W. bersabda “Belum benar. Kau harus belajar bagaimana caranya mencintaiku melebihi dirimu sendiri.” Kemudian dia berkata “Wahai Rasulullah S.A.W., sekarang aku mencintaimu lebih daripada diriku sendiri.”
sahabat-sahabat Rasulullah S.A.W. Ada yang unik dalam diri para sahabat Rasulullah S.A.W. Keunikan itu adalah mereka telah mempersembahkan hati mereka untuknya. Umar bin Khatab R.A. berkata “Wahai Rasulullah S.A.W., aku mencintaimu lebih dari apapun selain diriku, apakah kecintaanku sudah benar?” Rasulullah S.A.W. bersabda “Belum benar. Kau harus belajar bagaimana caranya mencintaiku melebihi dirimu sendiri.” Kemudian dia berkata “Wahai Rasulullah S.A.W., sekarang aku mencintaimu lebih daripada diriku sendiri.”
Dan seorang sahabat yang bernama
Thouban datang seraya berkata “Wahai Rasulullah, apakah kami harus pergi ke
surga?” Rasulullah S.A.W. bersabda "Memangnya ada apa Thouban? Kenapa kau
bertanya seperti itu?"
Thouban berkata “Karena di hari kiamat
nanti, Allah akan memberikanmu buku catatan amal yang penuh dengan begitu
banyak amal baik, kau akan berada di tempat yang tinggi bersama para nabi dan
anbiyya, sedangkan orang-orang seperti kami akan berada di surga tingkat
rendah. Wahai Rasulullah, apa tujuannya berada di surga jika kami tidak bisa
bersamamu? Tidak bisakah kita tinggal di Madinah saja dan menikmati kehidupan
dimana kita bangun bersama, duduk bersama, dan shalat bersama?”
Rasulullah S.A.W. bersabda kepadanya “Kau akan bersama dengan seseorang yang kau cintai. Belajarlah caranya mencintaiku, maka kau akan bersamaku.” Cinta tanpa syarat.
Rasulullah S.A.W. bersabda kepadanya “Kau akan bersama dengan seseorang yang kau cintai. Belajarlah caranya mencintaiku, maka kau akan bersamaku.” Cinta tanpa syarat.
Dan ada orang-orang yang bukan umat
terdahulu, yang sangat mencintai Rasulullah S.A.W. Kita pikir kita sudah
mencintai Rasulullah S.A.W. dengan benar karena telah mengenakan sorban di
kepala, memanjangkan jenggot, dan mengenakan pakaian putih yang bagus, tapi
seiring dengan itu, kita juga harus mencintai Rasulullah S.A.W. sepanjang waktu
dengan cara menjalankan sunnahnya sepanjang waktu, dan tidak pernah berhenti
sama sekali.
Kita punya guru-guru agama. Dan ketika
aku melihat mereka, aku sadar bahwa mereka sangat mencintai Rasulullah S.A.W.
Ada salah satu guruku, kapanpun dia mengajarkan tentang hadist kepada kami, dia
selalu duduk dalam posisi Tasyahud. Dan seringkali ketika dia selesai mengajar
dalam kelas hadistnya, dia hampir jatuh ketika berdiri karena jari jempolnya
menjadi kaku.
Dan ini bukan hanya sekali, dia selalu melakukan ini 6 kali dalam seminggu. Dia berdiri dan hampir jatuh karena jempolnya menjadi kaku. Dia berpegangan pada tembok, mengangkat kakinya, membiarkan darahnya kembali mengalir, mengangkat kaki satunya, membiarkan darahnya kembali mengalir, kemudian baru jalan.
Dan ini bukan hanya sekali, dia selalu melakukan ini 6 kali dalam seminggu. Dia berdiri dan hampir jatuh karena jempolnya menjadi kaku. Dia berpegangan pada tembok, mengangkat kakinya, membiarkan darahnya kembali mengalir, mengangkat kaki satunya, membiarkan darahnya kembali mengalir, kemudian baru jalan.
Aku pernah bertanya kepadanya “Syekh,
kenapa kau melakukan ini sementara kau sudah tua, kenapa kau tidak duduk
bersila saja, itu sudah jaiz (baik).” Dia berkata “Kau memintaku untuk
melakukan sesuatu yang berlawanan dengan sunnah dari orang yang menyusun buku
ini”, karena buku yang diajarkannya adalah Muatta Imam Malik.
Dan Imam Malik R.A. tidak pernah duduk dalam posisi selain tasyahud, sampai-sampai mereka berkata: Pada suatu waktu, Imam Malik sedang mengajarkan hadist dan ekspresi wajahnya berubah. Murid-muridnya bertanya “Ada apa?” Dia berkata “Periksa punggungku.” Dan ketika diperiksa, ternyata seekor kalajengking menyengatnya, dan dia tidak berpindah posisi karena rasa hormatnya terhadap ajaran Rasulullah S.A.W.
Dan Imam Malik R.A. tidak pernah duduk dalam posisi selain tasyahud, sampai-sampai mereka berkata: Pada suatu waktu, Imam Malik sedang mengajarkan hadist dan ekspresi wajahnya berubah. Murid-muridnya bertanya “Ada apa?” Dia berkata “Periksa punggungku.” Dan ketika diperiksa, ternyata seekor kalajengking menyengatnya, dan dia tidak berpindah posisi karena rasa hormatnya terhadap ajaran Rasulullah S.A.W.
Salah satu hadits yang terkenal
mengungkapkan betapa penting kecintaan kaum muslimin pada Rasulullah SAW. Sabda
beliau, “Tidak sempurna iman seorang di antara kamu sebelum ia lebih mencintai
aku daripada mencintai ibu-bapaknya, anaknya, dan semua manusia” (HR Bukhari).
Memang, mencintai Rasulullah SAW merupakan salah satu bukti keimanan seorang muslim. Sebaliknya, iman pulalah yang membuat para sahabat sangat setia mendampingi beliau, baik dalam susah maupun senang, dalam damai maupun perang. Kecintaan itu bukan hanya di lidah, melainkan terwujud dengan perbuatan nyata.
Betapa cinta sahabat kepada Rasulullah SAW, tergambar ketika Rasulullah SAW bersama Abu Bakar ash-Shiddiq beristirahat di Gua Tsur dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah secara sembunyi-sembunyi. Kala itu Rasulullah SAW tertidur berbantalkan paha Abu Bakar. Tiba-tiba Abu Bakar merasa kesakitan karena kakinya digigit kalajengking. Tapi, dia berusaha sekiat tenaga menahan sakit, hingga mencucurkan air mata, jangan sampai pahanya bergerak—khawatir Rasulullah SAW terbangun.
Salah seorang sahabat, Zaid bin Datsima, tak gentar menghadapi ancaman kaum kafir karena begitu luar biasa kecintaannya kepada Rasulullah SAW. Ketika itu, ia sempat disandera oleh kaum musyrik Makkah dan akan dibunuh. ”Hari ini, tidakkah engkau berharap Muhammad akan bersama dengan kita sehingga kami dapat memotong kepalanya, dan engkau dapat kembali kepada keluargamu?” kata Abu Sufyan kepadanya.
“Demi Allah, aku tidak berharap sekarang ini Muhammad berada di sini, di mana satu duri pun dapat menyakitinya – jika hal itu menjadi syarat agar aku dapat kembali ke keluargaku,” jawab Zaid tegas. “Wah, aku belum pernah melihat seorang pun yang begitu sayang kepada orang lain seperti para sahabat Muhammad menyayangi Muhammad,” sahut Abu Sofyan.
Kisah kecintaan sahabat kepada Rasulullah SAW banyak diungkapkan dalam sejarah. Salah satunya ditunjukan oleh Umar bin Khatthab. ”Ya, Rasulullah. Aku mencintaimu lebih dari segalanya, kecuali jiwaku,” kata Umar. Mendengar itu, Rasulullah SAW menjawab, ”Tak seorang pun di antara kalian beriman, sampai aku lebih mereka cintai daripada jiwamu.”
”Demi Dzat yang menurunkan kitab suci Al-Quran kepadamu, aku mencintaimu melebihi kecintaanku kepada jiwaku sendiri,” sahut Umar spontan. Maka Rasulullah SAW pun menukas, ”Wahai Umar, kini kamu telah mendapatkan iman itu” (HR Bukhari).
Hari Kiamat
Penghormatan dan pemuliaan terhadap Rasulullah SAW memang merupakan perintah Allah SWT. Firman Allah, “Sesungguhnya Kami mengutus engkau sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan-Nya, membesarkan-Nya, dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang (QS Al Fath : 8-9).
Sebuah ayat menekankan pentingnya kecintaan terhadap Allah SWT dan Rasulullah SAW, ”Katakanlah (wahai Muhammad), jika ayah-ayahmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, keluargamu, harta kekayaanmu, perdagangan yang kamu kekhawatirkan kerugiannya, dan rumah yang kamu senangi, lebih kalian cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya, dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak akan memberi hidayah kepada orang-orang fasik” (QS At-Taubah: 24).
Kecintaan kaum muslimin kepada Rasulullah SAW juga merupakan faktor penting bagi keselamatannya di hari kiamat kelak. Hal itu terungkap ketika suatu hari seorang sahabat bertanya kepada rasulullah SAW, ”Kapankah datangnya hari kiamat?” Maka jawab Rasulullah SAW, ”Apa yang sudah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Jawab sahabat itu, “Saya tidak mempersiapkannya dengan banyak shalat, puasa, dan sedekah, tapi dengan mencintaimu dalam hati.” Lalu, sabda Rasulullah SAW, ”Insya Allah, engkau akan bersama orang yang engkau cintai itu.”
Menurut Ibnu Mas’ud, Abu Musa al-Asy’ari, Shafwan, dan Abu Dzar, Rasulullah SAW telah bersabda mengenai seseorang yang dengan tulus mencintainya, ”Seseorang akan berada di Yaumil Mahsyar bersama orang yang dicintainya.” Mendengar itu, para sahabat sangat berbahagia karena mereka sangat mencintai beliau.
Suatu hari seorang sahabat hadir dalam suatu majelis bersama Rasulullah SAW, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku saya mencintaimu lebih dari mencintai nyawa, harta dan keluargaku. Jika berada di rumah, aku selalu memikirkanmu. Aku selalu tak bersabar untuk dapat berjumpa denganmu. Bagaimana jadinya jika aku tidak menjumpaimu lagi, karena engkau pasti akan wafat, demikian juga aku. Kemudian engkau akan mencapai derajat Anbiya, sedangkan aku tidak?”
Mendengar itu Rasulullah terdiam. Tak lama kemudian datanglah Malaikat Jibril menyampaikan wahyu, ”Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka akan bersama orang yang diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin. Mereka adalah sebaik-baik sahabat, dan itulah karunia Allah Yang Maha Mengetahui” (QS An-Nisa : 69-70).
Kecintaan para sahabat kepada Rasulullah SAW inilah pula yang menggerakkan mereka menyebarkan berdakwah ke seluruh penjuru dunia.
Kecintaan luar biasa kepada Rasulullah SAW itu tergambar pada diri seorang perempuan—beberapa saat usai Perang Uhud. Dia baru saja kehilangan ayah, kakak laki-laki dan suaminya yang gugur sebagai syuhada. Ia bukannya meratapi mereka, tapi menanyakan nasib rasulullah SAW, ”Apa yang terjadi pada diri Rasulullah, semoga Allah memberkati dan melimpahkan kedamaian kepadanya.”
”Nabi baik-baik saja sebagaimana engkau mengharapkannya,” jawab para sahabat. Lalu kata perempuan itu lagi, “Tunjukanlah dia kepadaku hingga aku dapat memandangnya.” Kemudian para sahabat menunjukan posisi Rasulullah SAW. “Sungguh, kini semua deritaku tak ada artinya. Sebab, engkau selamat,” kata perempuan itu kepada Rasulullah SAW.
”Mereka yang mencintaiku dengan sangat mendalam adalah orang-orang yang menjemputku. Sebagian dari mereka bersedia mengorbankan keluarga dan kekayaannya untuk berjumpa denganku,” sabda Rasulullah SAW sebagaimana diceritakan oleh Abu Hurairah (HR Muslim, Bukhari, Abu Dzar).
Betapa kecintaan sahabat Bilal kepada Rasulullah SAW, terungkap menjelang ia meninggal. Bilal melarang isterinya bersedih hati, sebab, katanya, “Justru ini adalah kesempatan yang menyenangkan, karena besok aku akan berjumpa dengan Rasulullah SAW dan para sahabatnya.” Wafatnya Rasulullah SAW merupakan kesedihan luar biasa bagi para sahabat dan pencintanya. Dikisahkan, ada seorang perempuan yang menangis di makam Rasulullah SAW sampai ia meninggal.
Demikianlah gambaran betapa luar biasa kecintaan para sahabat kepada Rasulullah SAW. Untuk mengungkapkan rasa cinta itu, sewajarnyalah jika kaum muslimin meneladani akhlaq beliau, menerapkan sunnahnya, mengikuti kata-kata dan seluruh perbuatannya, menaati perintah dan menjauhi larangannya.
Itulah cinta sejati, sebagaimana perintah Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 31: “Katakanlah (wahai Muhammad), jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (Aji Setiawan/Red: Mahbib)
Memang, mencintai Rasulullah SAW merupakan salah satu bukti keimanan seorang muslim. Sebaliknya, iman pulalah yang membuat para sahabat sangat setia mendampingi beliau, baik dalam susah maupun senang, dalam damai maupun perang. Kecintaan itu bukan hanya di lidah, melainkan terwujud dengan perbuatan nyata.
Betapa cinta sahabat kepada Rasulullah SAW, tergambar ketika Rasulullah SAW bersama Abu Bakar ash-Shiddiq beristirahat di Gua Tsur dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah secara sembunyi-sembunyi. Kala itu Rasulullah SAW tertidur berbantalkan paha Abu Bakar. Tiba-tiba Abu Bakar merasa kesakitan karena kakinya digigit kalajengking. Tapi, dia berusaha sekiat tenaga menahan sakit, hingga mencucurkan air mata, jangan sampai pahanya bergerak—khawatir Rasulullah SAW terbangun.
Salah seorang sahabat, Zaid bin Datsima, tak gentar menghadapi ancaman kaum kafir karena begitu luar biasa kecintaannya kepada Rasulullah SAW. Ketika itu, ia sempat disandera oleh kaum musyrik Makkah dan akan dibunuh. ”Hari ini, tidakkah engkau berharap Muhammad akan bersama dengan kita sehingga kami dapat memotong kepalanya, dan engkau dapat kembali kepada keluargamu?” kata Abu Sufyan kepadanya.
“Demi Allah, aku tidak berharap sekarang ini Muhammad berada di sini, di mana satu duri pun dapat menyakitinya – jika hal itu menjadi syarat agar aku dapat kembali ke keluargaku,” jawab Zaid tegas. “Wah, aku belum pernah melihat seorang pun yang begitu sayang kepada orang lain seperti para sahabat Muhammad menyayangi Muhammad,” sahut Abu Sofyan.
Kisah kecintaan sahabat kepada Rasulullah SAW banyak diungkapkan dalam sejarah. Salah satunya ditunjukan oleh Umar bin Khatthab. ”Ya, Rasulullah. Aku mencintaimu lebih dari segalanya, kecuali jiwaku,” kata Umar. Mendengar itu, Rasulullah SAW menjawab, ”Tak seorang pun di antara kalian beriman, sampai aku lebih mereka cintai daripada jiwamu.”
”Demi Dzat yang menurunkan kitab suci Al-Quran kepadamu, aku mencintaimu melebihi kecintaanku kepada jiwaku sendiri,” sahut Umar spontan. Maka Rasulullah SAW pun menukas, ”Wahai Umar, kini kamu telah mendapatkan iman itu” (HR Bukhari).
Hari Kiamat
Penghormatan dan pemuliaan terhadap Rasulullah SAW memang merupakan perintah Allah SWT. Firman Allah, “Sesungguhnya Kami mengutus engkau sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan-Nya, membesarkan-Nya, dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang (QS Al Fath : 8-9).
Sebuah ayat menekankan pentingnya kecintaan terhadap Allah SWT dan Rasulullah SAW, ”Katakanlah (wahai Muhammad), jika ayah-ayahmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, keluargamu, harta kekayaanmu, perdagangan yang kamu kekhawatirkan kerugiannya, dan rumah yang kamu senangi, lebih kalian cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya, dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak akan memberi hidayah kepada orang-orang fasik” (QS At-Taubah: 24).
Kecintaan kaum muslimin kepada Rasulullah SAW juga merupakan faktor penting bagi keselamatannya di hari kiamat kelak. Hal itu terungkap ketika suatu hari seorang sahabat bertanya kepada rasulullah SAW, ”Kapankah datangnya hari kiamat?” Maka jawab Rasulullah SAW, ”Apa yang sudah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Jawab sahabat itu, “Saya tidak mempersiapkannya dengan banyak shalat, puasa, dan sedekah, tapi dengan mencintaimu dalam hati.” Lalu, sabda Rasulullah SAW, ”Insya Allah, engkau akan bersama orang yang engkau cintai itu.”
Menurut Ibnu Mas’ud, Abu Musa al-Asy’ari, Shafwan, dan Abu Dzar, Rasulullah SAW telah bersabda mengenai seseorang yang dengan tulus mencintainya, ”Seseorang akan berada di Yaumil Mahsyar bersama orang yang dicintainya.” Mendengar itu, para sahabat sangat berbahagia karena mereka sangat mencintai beliau.
Suatu hari seorang sahabat hadir dalam suatu majelis bersama Rasulullah SAW, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku saya mencintaimu lebih dari mencintai nyawa, harta dan keluargaku. Jika berada di rumah, aku selalu memikirkanmu. Aku selalu tak bersabar untuk dapat berjumpa denganmu. Bagaimana jadinya jika aku tidak menjumpaimu lagi, karena engkau pasti akan wafat, demikian juga aku. Kemudian engkau akan mencapai derajat Anbiya, sedangkan aku tidak?”
Mendengar itu Rasulullah terdiam. Tak lama kemudian datanglah Malaikat Jibril menyampaikan wahyu, ”Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka akan bersama orang yang diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin. Mereka adalah sebaik-baik sahabat, dan itulah karunia Allah Yang Maha Mengetahui” (QS An-Nisa : 69-70).
Kecintaan para sahabat kepada Rasulullah SAW inilah pula yang menggerakkan mereka menyebarkan berdakwah ke seluruh penjuru dunia.
Kecintaan luar biasa kepada Rasulullah SAW itu tergambar pada diri seorang perempuan—beberapa saat usai Perang Uhud. Dia baru saja kehilangan ayah, kakak laki-laki dan suaminya yang gugur sebagai syuhada. Ia bukannya meratapi mereka, tapi menanyakan nasib rasulullah SAW, ”Apa yang terjadi pada diri Rasulullah, semoga Allah memberkati dan melimpahkan kedamaian kepadanya.”
”Nabi baik-baik saja sebagaimana engkau mengharapkannya,” jawab para sahabat. Lalu kata perempuan itu lagi, “Tunjukanlah dia kepadaku hingga aku dapat memandangnya.” Kemudian para sahabat menunjukan posisi Rasulullah SAW. “Sungguh, kini semua deritaku tak ada artinya. Sebab, engkau selamat,” kata perempuan itu kepada Rasulullah SAW.
”Mereka yang mencintaiku dengan sangat mendalam adalah orang-orang yang menjemputku. Sebagian dari mereka bersedia mengorbankan keluarga dan kekayaannya untuk berjumpa denganku,” sabda Rasulullah SAW sebagaimana diceritakan oleh Abu Hurairah (HR Muslim, Bukhari, Abu Dzar).
Betapa kecintaan sahabat Bilal kepada Rasulullah SAW, terungkap menjelang ia meninggal. Bilal melarang isterinya bersedih hati, sebab, katanya, “Justru ini adalah kesempatan yang menyenangkan, karena besok aku akan berjumpa dengan Rasulullah SAW dan para sahabatnya.” Wafatnya Rasulullah SAW merupakan kesedihan luar biasa bagi para sahabat dan pencintanya. Dikisahkan, ada seorang perempuan yang menangis di makam Rasulullah SAW sampai ia meninggal.
Demikianlah gambaran betapa luar biasa kecintaan para sahabat kepada Rasulullah SAW. Untuk mengungkapkan rasa cinta itu, sewajarnyalah jika kaum muslimin meneladani akhlaq beliau, menerapkan sunnahnya, mengikuti kata-kata dan seluruh perbuatannya, menaati perintah dan menjauhi larangannya.
Itulah cinta sejati, sebagaimana perintah Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 31: “Katakanlah (wahai Muhammad), jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (Aji Setiawan/Red: Mahbib)
Cinta Kepada Rasul 1
Rasulullah itu adalah orang yang sangat dicintai oleh para sahabatnya,
umumnya para sahabat mencintai Rasulullah Saw, walau ada sebagian sahabat yang
diam-diam membenci Rasulullah. Tetapi mayoritas sahabat itu sangat mencintai
Rasulullah Saw.
Pernah suatu malam Rasulullah mendengar suara beberapa orang di luar
kamarnya, Rasulullah menegur: “Kenapa kalian berkumpul di sini?” lalu mereka
menjawab: “Ya Rasulullah, kami tidak sanggup tidur khawatir ketika kami tidur
nanti, orang-orang kafir datang dan membunuhmu.” Mereka sukarela menjadi satpam
Rasulullah Saw, datang sendiri, tidak dibayar. Tetapi Rasulullah Saw
mengatakan, “Tidak, Allah melindungi aku, pulanglah kamu ke tempat kamu
masing-masing.”
Ada seorang pedagang minyak wangi, di Madinah. Setiap kali pergi ke
pasar, dia singgah dulu ke rumah Rasulullah Saw, dia tunggu sampai Rasulullah
keluar. Setelah Rasulullah keluar, dia hanya mengucapkan salam lalu memandang
Rasulullah saja, setelah puas dia pergi. Suatu saat setelah dia ketemu
Rasululllah dia pergi, lalu tak lama kemudian balik lagi dari pasar dan dia
datang kepada Rasulullah Saw dan meminta izin, “Saya ingin melihat engkau ya
Rasulullah, karena saya takut tidak sanggup melihat engkau setelah ini.” Dan
Rasulullah mengizinkannya.
Kemudian, setelah kejadian itu Rasulullah tidak pernah melihat lagi
tukang minyak wangi itu. Disuruhnya sahabatnya pergi melihat, ternyata ia sudah
meninggal dunia tidak lama setelah dia pergi dari pasan dan memandang wajah
Rasulullah Saw itu. Lalu kata Rasulullah Saw: “Kecintaannya kepadaku akan
menyelamatkan dia di hari akhirat.”
Ada lagi seorang sahabat Rasulullah bernama Abu Ayyub Al-Anshari.
Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau beristirahat dahulu di pinggiran
kota menginap di rumah Abu Ayyub Al-Anshari. Rumahnya itu dua tingkat, Abu
Ayyub dan istrinya di tingkat atas dan Rasulullah Saw di bawah. Pada malam hari
Abu Ayub dan istrinya tidak sanggup tidur karena mereka takut menggerakkan
tubuhnya, semua terbujur seperti sebongkah kayu menahan dirinya untuk tidak
bergerak. Mereka takut kalau bergerak, nanti debu-debu dari atas itu berjatuhan
kepada Rasulullah. Setelah Rasulullah mengetahui hal itu, beliau sangat terharu
lalu kepada Abu Ayub diajarkan sebuah doa sebagai penghargaan beliau atas cinta
yang tulus dari Abu Ayub.
Dalam perang Uhud, ketika kaki Rasulullah terluka, ada seorang sahabat
melihatnya lalu mengejar Rasulullah. Dia pegang kaki itu lalu dia bersihkan
luka itu dengan jilatannya. Rasulullah kaget lalu berkata, “Lepaskan!
Lepaskan!” Sahabat itu berkata: “Tidak Ya Rasulullah, aku tidak akan
melepaskannya sampai luka ini kering!”
Ada lagi seorang sahabat, yang setelah Rasulullah meninggal dunia,
membanggakan mulutnya yang tidak ada gigi lagi. Saat perang Uhud itu juga,
Rasulullah cedera karena rantai pelindung kepalanya menusuk pipinya. Lalu
seorang sahabat menarik rantai itu dengan giginya, tapi sebelum rantai itu
keluar, seluruh giginya rontok. Dia bangga bahwa giginya itu berjatuhan karena
membela Rasulullah yang dicintainya. Sehingga menjadi satu kebahagiaan
tersendiri. Ini, sekali lagi masalah cinta, dan cinta itu selalu tidak wajar.
Ada satu contoh lagi kecintaan orang kepada Rasulullah Saw. Menjelang
suatu peperangan, Rasulullah sedang membariskan pasukannya karena Rasulullah
selalu merapikan barisan pasukannya. Ternyata ada seorang sahabat, mungkin
karena perutnya terlalu besar, selalu perutnya itu berada di luar barisan.
Kemudian Rasulullah lewat dan memukul perutnya itu agar dirapikan dengan
barisan. Lalu sahabat itu memandang Rasulullah dan berkata: “Engkau diutus
untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam, kenapa kau sakiti perutku?” Lalu
Rasulullah turun dari kudanya, dan menyerahkan alat pemukul itu, lalu berseru:
“Pukullah aku! Sebagai qishas atas kesalahanku.” Kemudian orang itu berkata:
“Tapi engkau pukul langsung kepada kulit perutku.” Lalu Rasulullah segera
membuka pakaiannya, tiba-tiba sahabat itu memeluk Rasulullah dan mencium
perutnya. Rasulullah kaget dan berkata: “Ada apa denganmu?” Sahabat itu
menjawab: “Ya Rasulullah, genderang perang sudah ditabuh, mungkin ini adalah
saat terakhir perjumpaanku denganmu. Saya ingin sebelum meninggal dunia, sempat
mencium perutmu yang mulia.”
Dan sahabat itu kemudian gugur di medan perang setelah mencium perut
Rasulullah Saw. Rupanya ini hanya strategi dia agar sanggup mencium perut
Rasulullah Saw.
Kelak, setelah Rasulullah meninggal dunia, kecintaan para sahabat itu
diungkapkan dengan kerinduan yang luar biasa kepada Rasulullah Saw.
Bilal yang selalu adzan semasa hidup Rasulullah tidak mau beradzan lagi
setelah wafat Rasulullah karena Bilal tidak sanggup mengucapkan “Asyhadu anna
Muhammad Rasululah” karena ada kata-kata Muhammad di situ. Tapi karena desakan
Sayyidah Fatimah yang saat itu rindu mendengar suara adzan Bilal, dan
mengingatkan beliau akan ayahnya. Bilal akhirnya dengan berat hati mau
beradzan. Saat itu waktu Subuh, dan ketika Bilal sampai pada kalimat Asyhadu
anna Muhammad Rasulullah, Bilal tidak sanggup meneruskannya, dia berhenti dan
menangis terisak-isak. Dia turun dari mimbar dan minta izin pada Sayyidah
Fatimah untuk tidak lagi membaca adzan karena tidak sanggup menyelesaikannya
hingga akhir. Ketika Bilal berhenti saat adzan itu, seluruh Madinah berguncang
karena tangisan kerinduan akan Rasulullah Saw.
Mengapa Rasulullah dirindukan atau dicintai? Itu bukan hanya karena
Allah SWT membuka hati mereka untuk rindu, tetapi karena akhlak Rasulullah yang
menarik kecintaan mereka. Dan akhlak itu adalah Sunnah. Sekiranya kita
mencontoh akhlak beliau ini, pasti kitapun akan dicintai oleh banyak manusia.
Tentu tidak oleh semua manusia, karena Rasulullah juga tidak dicintai oleh sem
ua manusia, tidak dicintai oleh semua sahabat dan tidak dicintai oleh semua
makhluk. Tapi sekiranya kita mempraktekkan akhlak Rasulullah itu dalam
pergaulannya dengan orang banyak, pasti kitapun akan menjadi manusia, yang
dicintai oleh kebanyakan umat manusia.
Pada zaman Nabi Muhammad S.A.W, ada
seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang,
berpenampilan cukup tampan.
Kulitnya kemerah-merahan. Dagunya
mene
mpel di dada kerana selalu melihat
pada tempat sujudnya. Tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya.Ahli
membaca al-Quran dan selalu menangis, pakaiannya hanya dua helai dan sudah
kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya digunakannya sebagai
selendang. Tiada orang yang menghiraukan, tidak terkenal dalam kalangan
manusia,namun sangat terkenal di antara penduduk langit.
Tatkala datangnya hari Kiamat, dan
tatkala semua ahli ibadah diseru untuk memasuki Syurga, dia justeru dipanggil
agar berhenti dahulu seketika dan disuruh memberi syafa’atnya.
Ternyata Allah memberi izin padanya
untuk memberi syafa’at bagi sejumlah bilangan qabilah Robi’ah dan qabilah
Mudhor, semua dimasukkan ke Syurga dan tiada seorang pun ketinggalan dengan
izin-Nya.
Dia adalah ‘Uwais al-Qarni’ siapalah
dia pada mata manusia…
Tidak banyak yang mengenalnya, apatah
lagi mengambil tahu akan hidupnya. Banyak suara-suara yang mentertawakan
dirinya, mengolok-olok dan mempermainkan hatinya.
Tidak kurang juga yang menuduhnya
sebagai seorang yang membujuk, seorang pencuri serta berbagai macam umpatan
demi umpatan, celaan demi celaan daripada manusia.
Suatu ketika, seorang fuqoha’ negeri
Kuffah, datang dan ingin duduk bersamanya. Orang itu memberinya dua helai
pakaian sebagai hadiah. Namun, hadiah pakaian tadi tidak diterima lalu
dikembalikan semula kepadanya. Uwais berkata:
“Aku khuatir, nanti orang akan
menuduh aku, dari mana aku mendapatkan pakaian itu? Kalau tidak daripada
membujuk pasti daripada mencuri.”
Uwais telah lama menjadi yatim.
Beliau tidak mempunyai sanak saudara, kecuali hanya ibunya yang telah tua renta
dan lumpuh tubuh badannya. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa.
Bagi menampung kehidupannya
sehari-hari, Uwais bekerja sebagai pengembala kambing. Upah yang diterimanya
hanya cukup-cukup untuk menampung keperluan hariannya bersama ibunya. Apabila
ada wang berlebihan, Uwais menggunakannya bagi membantu tetangganya yang hidup
miskin dan serba kekurangan.
Kesibukannya sebagai pengembala dan
merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya.
Dia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam
ketika seruan Nabi Muhammad S.A.W tiba ke negeri Yaman. Seruan Rasulullah telah
mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang
tidak ada sekutu bagi-Nya.
Islam mendidik setiap pemeluknya
agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya menarik
hati Uwais. Apabila seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya,
kerana selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran.
Banyak tetangganya yang telah
memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad S.A.W
secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbaharui rumah tangga
mereka dengan cara kehidupan Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais apabila
melihat setiap tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah
bertamu dan bertemu dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang dia sendiri
belum berkesempatan.
Kecintaannya kepada Rasulullah
menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih. Namun apakan
daya, dia tidak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah. Lebih dia beratkan
adalah ibunya yang sedang sakit dan perlu dirawat. Siapa yang akan merawat
ibunya sepanjang ketiadaannya nanti?
Diceritakan ketika terjadi perang
Uhud Rasulullah S.A.W mendapat cedera dan giginya patah kerana dilempari batu
oleh musuh-musuhnya. Khabar ini sampai ke pengetahuan Uwais.
Dia segera memukul giginya dengan
batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada
Rasulullah, sekalipun ia belum pernah melihatnya.
Hari berganti dan musim berlalu, dan
kerinduan yang tidak terbendung dan hasrat untuk bertemu tidak dapat dipendam
lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, “Bilakah ia dapat
menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dengan dekat?”
Bukankah dia mempunyai ibu yang
sangat memerlukan perhatian daripadanya dan tidak sanggup meninggalkan ibunya
sendiri. Hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk
berjumpa Rasulullah.
Akhirnya, pada suatu hari Uwais
mendekati ibunya. Dia meluahkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar
diperkenankan untuk pergi menziarahi Nabi S.A.W di Madinah.
Sang ibu, walaupun telah uzur,
merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau amat faham hati
nurani anaknya, Uwais dan berkata,
“Pergilah wahai anakku! Temuilah
Nabi di rumahnya. Apabila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang.”
Dengan rasa gembira dia berkemas
untuk berangkat. Dia tidak lupa untuk menyiapkan keperluan ibunya yang akan
ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya
selama mana dia pergi.
Sesudah siap segala persediaan,
Uwais mencium sang ibu. Maka berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak
lebih kurang empat ratus kilometer dari Yaman.
Medan yang begitu panas dilaluinya.
Dia tidak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas
yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di
malam hari. Semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya
paras baginda Nabi S.A.W yang selama ini dirinduinya.
Tibalah Uwais al-Qarni di kota
Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi S.A.W, diketuknya pintu rumah itu
sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah R.A sambil menjawab
salam Uwais.
Segera sahaja Uwais menanyakan Nabi
yang ingin dijumpainya. Namun ternyata baginda tidak berada di rumah melainkan
berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin
berjumpa tetapi yang dirindukannya tidak berada di rumah. Dalam hatinya
bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi S.A.W dari medan perang.
Bilakah beliau pulang? Sedangkan
masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu,
agar ia cepat pulang ke Yaman.
“Engkau harus lekas pulang.”
Atas ketaatan kepada ibunya, pesan
ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemahuannya untuk menunggu dan
berjumpa dengan Nabi S.A.W.
Dia akhirnya dengan terpaksa memohon
untuk pulang semula kepada sayyidatina ‘Aisyah R.A ke negerinya. Dia hanya
menitipkan salamnya untuk Nabi S.A.W dan melangkah pulang dengan hati yang
pilu.
Sepulangnya dari medan perang, Nabi
S.A.W langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi
Muhammad S.A.W menjelaskan bahawa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada
ibunya. Ia adalah penghuni langit dan sangat terkenal di langit.
Mendengar perkataan baginda
Rasulullah S.A.W, sayyidatina ‘Aisyah R.A dan para sahabatnya terpegun.
Menurut sayyidatina ‘Aisyah R.A
memang benar ada yang mencari Nabi S.A.W dan segera pulang kembali ke Yaman,
kerana ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan
ibunya terlalu lama.
Rasulullah S.A.W bersabda: “Kalau
kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai
tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.”
Sesudah itu Rasulullah S.A.W,
memandang kepada sayyidina Ali K.W dan sayyidina Umar R.A dan bersabda:
“Suatu ketika, apabila kalian
bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit
dan bukan penghuni bumi.”
Tahun terus berjalan, dan tidak lama
kemudian Nabi S.A.W wafat, hinggalah sampai waktu khalifah Sayyidina Abu Bakar
as-Shiddiq R.A telah digantikan dengan Khalifah Umar R.A.
Suatu ketika, khalifah Umar teringat
akan sabda Nabi S.A.W tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau
segera mengingatkan kepada sayyidina Ali K.W untuk mencarinya bersama.
Sejak itu, setiap ada kafilah yang
datang dari Yaman, mereka berdua selalu bertanya tentang Uwais al-Qarni, apakah
ia turut bersama mereka. Di antara kafilah-kafilah itu ada yang merasa hairan,
apakah sebenarnya yang terjadi sampai ia dicari oleh beliau berdua.
Rombongan kafilah dari Yaman menuju
Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais
al-Qarni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah.
Melihat ada rombongan kafilah yang
datang dari Yaman, segera khalifah Umar R.A dan sayyidina Ali K.W mendatangi
mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka.
Rombongan itu mengatakan bahawa ia
ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota.
Mendengar jawapan itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qarni.
Sesampainya di khemah tempat Uwais
berada, Khalifah Umar R.A dan sayyidina Ali K.W memberi salam. Namun rupanya
Uwais sedang melaksanakan solat. Setelah mengakhiri solatnya, Uwais menjawab
salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman.
Sewaktu berjabat tangan, Khalifah
Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk
membuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais,
sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi S.A.W.
membuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais,
sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi S.A.W.
Memang benar! Dia penghuni langit.
Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut,
“Siapakah nama saudara?”
“Abdullah.” Jawab Uwais.
Mendengar jawapan itu, kedua sahabat
pun tertawa dan mengatakan,
“Kami juga Abdullah, yakni hamba
Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?”
Uwais kemudian berkata “Nama saya
Uwais al-Qarni.”
Dalam pembicaraan mereka,
diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia.
Itulah sebabnya, dia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan sayyidina Ali K.W. memohon agar Uwais berkenan mendoakan untuk mereka.
Itulah sebabnya, dia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan sayyidina Ali K.W. memohon agar Uwais berkenan mendoakan untuk mereka.
Uwais enggan dan dia berkata kepada
khalifah,
“Sayalah yang harus meminta doa
daripada kalian.”
Mendengar perkataan Uwais, Khalifah
berkata,
“Kami datang ke sini untuk mohon doa
dan istighfar daripada anda.”
Karena desakan kedua sahabat ini,
Uwais al-Qarni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdoa dan membacakan
istighfar.
Setelah itu Khalifah Umar R.A
berjanji untuk menyumbangkan wang negara daripada Baitulmal kepada Uwais, untuk
jaminan hidupnya. Segera sahaja Uwais menolak dengan halus dengan berkata,
“Hamba mohon supaya hari ini saja
hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir
ini tidak diketahui orang lagi.”
Setelah kejadian itu, nama Uwais
kembali tenggelam dan tidak terdengar beritanya.
Namun, ada seorang lelaki pernah
bertemu dan dibantu oleh Uwais. Ketika itu kami berada di atas kapal menuju ke
tanah Arab bersama para pedagang. Tanpa disangka-sangka angin taufan berhembus
dengan kencang.
Akibatnya, hempasan ombak menghentam
kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin
berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut
berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya.
Lelaki itu keluar daripada kapal dan
melakukan solat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu.
“Wahai waliyullah, tolonglah kami!”
Namun, lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi,
“Demi Zat yang telah memberimu
kekuatan beribadah, tolonglah kami!”
Lelaki itu menoleh kepada kami dan
berkata,
“Apa yang terjadi?”
“Tidakkah engkau melihat bahawa
kapal dihembus angin dan dihentam ombak?” Tanya kami.
“Dekatkanlah diri kalian pada
Allah!” Katanya.
“Kami telah melakukannya.”
“Keluarlah kalian daripada kapal
dengan membaca Bismillahirrahmaanirrahiim!”
Kami pun keluar daripada kapal satu
persatu dan berkumpul. Pada saat itu jumlah kami lima ratus lebih. Sungguh ajaib,
kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami serta isinya tenggelam ke
dasar laut.
Lalu orang itu berkata pada kami,
“Tidak apalah harta kalian menjadi
korban, asalkan kalian semua selamat.”
“Demi Allah, kami ingin tahu,
siapakah nama Tuan?” Tanya kami.
“Uwais al-Qorni.” Jawabnya dengan
singkat.
Kemudian kami berkata lagi
kepadanya,
“Sesungguhnya harta yang ada di
kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh
orang Mesir.”
“Jika Allah mengembalikan harta
kalian. Apakah kalian akan membahagi-bahagikannya kepada orang-orang fakir di
Madinah?” Tanyanya.
“Ya!” Jawab kami.
Orang itu pun melaksanakan solat dua
rakaat di atas air, lalu berdoa. Setelah Uwais al-Qarni mengucap salam,
tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan
meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membahagi-bahagikan seluruh
harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tiada satu pun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar
khabar Uwais al-Qarni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan
dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebut untuk memandikannya. Dan
ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafan, di sana sudah ada
orang-orang yang menunggu untuk mengkafankannya.
Demikian juga ketika orang pergi
hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali
kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke perkuburan, luar biasa
banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan,
“Ketika aku ikut menguruskan
jenazahnya hingga aku pulang daripada menghantarkan jenazahnya, lalu aku ingin
untuk kembali ke kubur tersebut untuk memberi tanda pada kuburnya, akan tetapi
sudah tak terlihat ada bekas di kuburnya.”
(Syeikh Abdullah bin Salamah adalah
orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qarni pada masa pemerintahan
sayyidina Umar R.A.)
Pemergian Uwais al-Qarni telah
menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat
menghairankan. Sedemikian banyaknya orang yang tidak kenal datang untuk
mengurus jenazah dan pengebumiannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang
tidak dihiraukan orang.
Sejak dia dimandikan hingga
jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang
yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman
tercengang.
Mereka saling bertanya-tanya
“Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qarni? Bukankah Uwais yang kita
kenal, hanyalah seorang fakir yang tidak memiliki apa-apa? Kerjanya hanyalah
sebagai penggembala?”
“Namun, ketika hari wafatmu, engkau
telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang
tidak pernah kami kenali. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya.”
Agaknya mereka adalah para malaikat
yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru
saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa Uwais al-Qarni.
“Dialah Uwais al-Qarni, tidak
terkenal di bumi tapi sangat terkenal di langit.”
Komentar
Posting Komentar